Jurnal Dalam Sebuah Kastil

Author: NodiX
Tanggal Rilis: 25 Februari, 2012
Link Lain: IDWS

GLORIA MENDORONG dua daun pintu raksasa itu dengan kuat. Suara gemuruh langsung menyambut telinganya ketika engsel pintu yang karatan berdenyit serta kaki pintu kayu yang sungguh berat menyapu lantai kasar di bawahnya.

Tepat setelah ia melepas tangannya dari pintu, sebuah sandungan kecil hampir saja merobohkan tubuhnya. Hampir tak ada lagi tenaga yang tersisa untuk mengangkat tubuhnya sendiri. Ia sendirian, lapar dan haus, di dalam sebuah kastil tak berpenghuni.

Sesaat ia melonggarkan napasnya, menenangkan diri. Kemudian langsung meneliti seluruh ruangan kastil tersebut, bangunan satu-satunya yang menjadi sebuah tempat penaungan di rimba itu.

Ia meneliti detail ruangan kastil itu. Hanya ada satu ruangan kecil di dalam kastil itu. Gloria tak begitu peduli ketika ia melihat hanya ada satu pintu di ruangan kecil itu—pintu masuk kastil. Ada dua jendela yang terbuka di sana menghadap ke luar kastil. Walau dari luar kastil itu nampak megah dan besar. Namun hanya sebuah ruangan kecil yang disuguhkan oleh kastil itu.
Yang menjadi perhatiannya sekarang adalah sebuah anggur yang tertuang dalam sebuah wadah gelas sederhana. Berdiri di atas meja kayu tua berkaki empat dengan luas tak seberapa. Di bawah gelas anggur sederhana itu tertindas sebuah kertas yang kosong di permukaannya, serta ada sebuah buku tua di sampingnya. Empat nyala obor menerangi ruangan kecil itu dengan cahaya jingga remang.

Tanpa banyak basa-basi, ia langsung melejit untuk meminum anggur itu. Seperti vampir yang tengah menghisap darah korbannya dengan rakus, gelas anggur itu kosong hanya dalam seketika. Tak ada lagi yang tersisa, namun anggur tersebut masih belum memuaskan rasa dahaganya. Maka ia mendesah pasrah.
Matanya berpindah ke sebuah benda asing lain yang ada di meja itu. Sebuah buku tua, lapisan debu bersemayam di permukaannya. Ia duduk di sebuah kursi, meniup debu, kemudian terdiam memandangi buku tersebut.

Setelah cukup lama terjebak dalam lamunannya, akhirnya ia mencubit pojok sampul buku tua itu untuk membuka buku tersebut. Sebuah laman yang hampir kosong, dengan tulisan tangan gagah usai menari lembut tertera di tengah-tengahnya: Jurnal Red.

Ia hampir menangis ketika mendapati sebuah nama yang selama ini ia rindu, yang membuatnya untuk memaksakan diri menjelajah sebuah daratan yang ia sendiri tak tahu apa yang akan menyambutnya, hanya untuk mencari sebuah nama yang kali ini membuat derai tangisnya tak lagi sebuah kesia-siaan.

Lalu ia membuka kembali halaman selanjutnya, dan mendapatkan sebuah entri dengan tulisan yang hampir tidak bisa terbaca karena terlalu indah tulisannya. Namun matanya sudah terlatih untuk membaca tulisan itu. Sudah hampir sepuluh tahun ia akrab dengan deretan garis yang sakral baginya, tak mungkin ia melupakan bagaimana membaca tulisan itu.

***

Entri #5
Sudah lama diriku menunggu di sini. Hampir seratus tahun sudah setelah entriku sebelumnya kutulis. Tanpa minum dan makan. Dan akhirnya terbalaskan sudah. Ajalku hampir datang menjemput. Sekali lagi, akhirnya. Aku senang sekali sebab aku akan mati sebentar lagi. Tubuh tua rapuhku sudah tak sanggup lagi duduk di kursi tua bodoh ini. Sepertinya Green akan mengadakan pesta sekarang, karena penantiannya juga sudah terbalas. Kini, dengan meninggalnya diriku ia akan mudah menghisap sisa jiwaku—setidaknya itulah yang ia tunggu sejak puluhan tahun yang lalu.

Dengan berakhirnya entri terakhir ini, aku akan menutup jurnal kecilku untuk selamanya. Dan berharap seseorang membuka jurnal ini dan belajar dari pengalaman pahitku. Semoga saja ia sempat melarikan diri dari kastil sialan ini!

***

Gloria merasakannya. Sebuah ketakutan beserta kekhawatiran yang membuat jantungnya berdebar-debar. Apakah Red sudah menerima ajalnya seperti yang tertulis di entri ini? Bagaimanakah rasa pahit yang ia bicarakan? Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya: wanita itu membuka lembara selanjutnya.

***

Entri #4
Semua jendela dan pintu sudah kututup rapat. Makhluk itu, makhluk bewarna hijau terus membayang-bayangiku dari luar. Berhari-hari sudah. Mungkinkah itu makhluk yang selama ini kucari? Green? Makhluk yang akan menghisap jiwa manusia terlantar ketika mereka mati? Entahlah, namun yang pasti aku tidak boleh melakukan kontak dengan makhluk itu! Ingatlah, Red, kau tidak memiliki teman dan tak akan pernah! Jangan biarkan makhluk-makhluk mitos itu mengelabuimu dan menjebakmu, tetaplah di dalam kastil.
Tetaplah di dalam kastil. Ya, aku tidak akan pernah mau keluar dari kastil. Bukan karena Green. Namun karena kelalaianku sendiri ketika memasuki kastil ini. Pokoknya aku tidak akan pernah mau keluar.

***

Gloria bangkit setelah membaca entri itu, berlari kecil ke arah jendela, menutupnya rapat, juga menutup gordennya, kemudian menghampiri pintu seraya menguncinya dan memastikan tak akan bisa terbuka lagi. Ia terengah-engah ketika membayangi makhluk yang akan membayang-bayanginya, menunggu kematiannya sebelum makhluk itu menghisap jiwanya. Tak sengaja keningnya dibanjiri peluh, ia mengusapnya lembut dengan punggung tangan kiri. Ia pun melangkah pelan kembali ke kursinya, membalikkan lembaran jurnal Red.

***

Entri #3
Ada yang salah dengan tubuh makhluk mungil itu. Tubuhnya menyala ketika terterpa sinar mentari pagi. Jelas aku mendengar suara rintihannya ketika asap transparan membumbung dari dalam tubuhnya, serta jelas kulihat puluhan peluh terjun bebas dari pori-pori kulitnya.

Tunggu, jangan-jangan...

***

Gloria meneguk ludahnya ketika hendak membaca entri berikutnya.

***

Entri #2
Makhluk mungil itu terus memelototiku. Semalaman ia bertingkah seperti itu. Aku mencoba untuk berteman, sebab aku merasa kesepian di sini, di dalam ruangan kastil yang kecil ini. Ia tak merespon perkataanku. Cahaya rembulan menerpa tubuh mungilnya, membuatku rindu ingin mendapat perlakuan yang sama.

***

Gloria merasakan tangannya yang bergetar ketika hendak membalikkan halamannya sekali lagi.

***

Entri #1
Sialan! Aku terperangkap di dalam kastil ini! Bukan, bukannya terperangkap, tapi aku tak bisa memilih pilihan lain. Karena aku tak sanggup menjalani hidupku setelah aku keluar dari kastil ini, tidak akan pernah sanggup!
Seseorang menjebakku. Ia juga memberikan pilihan padaku, pilihan yang sudah jelas jawabannya. Aku akan tetap tinggal di sini, tidak akan memilih pilihan lainnya—keluar dari kastil ini. Saat itu juga aku merobek pesan yang ditinggalkan oleh orang yang menjebakku. Tanpa ampun, seperti aku merobek jantungnya!

***

Gloria tertegun ketika membaca entri itu. Mungkinkah ia juga mendapatkan pesan yang sama dengan Red? Mungkinkah pesan itu adalah kertas kosong yang tertindas oleh gelas anggur sederhana itu?

Ia tak akan bisa mendapat jawabannya jika ia diam saja. Tangannya bergetar ketika hendak meraih kertas kosong itu. Jemarinya menyentuh kertas itu, dan dengan pelan dan gugup ia mengambilnya. Ada sebuah tulisan tangan di baliknya, dengan cermat namun takut Gloria membaca surat itu:

Salam, Manusia

Jika kau membaca surat ini, berarti kau sudah meminum anggur yang kuberikan padamu. Itu berarti, kau memiliki dua pilihan yang akan mengubah hidupmu; tetap diam di dalam kastil itu untuk seratus tahun ke depan atau keluar bersamaku dan bermain serta menari dalam kehidupan yang kekal.
Ya, anggur itu adalah kutukannya, jika kau meminumnya, kau akan kekal. Namun jika kau tidak terkena sinar mentari atau rembulan, kutukannya akan hilang dalam seratus tahun yang akan datang. Jika itu terjadi, kau akan mati. Lain halnya jika kau terkena sinar mentari ataupun rembulan, hmm, kau akan menjadi sepertiku dan harus menunggu orang lain untuk dihisap jiwanya.

Tertanda, Seseorang-yang-akan-segera-menjadi-kawanmu.

Mata Gloria langsung terbelalak. Helai kertas itu menyelip, mengambang di udara sebelum menghempas lembut lantai. Ia pun lalai sama seperti Red. Lalu, pilihan apa yang akan ia pilih? Hidup kekal untuk seratus tahun ke depan, namun hidup hanya terisi kehampaan? Menunggu hingga ajal menanti? Atau keluar dari kastil dan membaur dalam dunia mitos yang selama ini masih kelabu dalam pandangan masyarakat luas? Namun, yang pasti, tidak ada satu manusiapun yang ingin menjadi penghisap jiwa manusia. Menjijikan! Menjijikan!. Karena, ketika ia sudah berubah menjadi makhluk licik seperti itu, ia bukanlah manusia lagi.

Dengan lesu, ia berjalan menghampiri gorden, menerawang keluar, dan mendapati sebuah sosok mungil yang tengah tersenyum sinis ke arahnya.

Makhluk mitos yang berdiri di sana, Green, tengah tersenyum ketika mendapati tahap berikutnya untuk menikmati jiwa Gloria adalah menunggu seratus tahun lagi. Bukanlah waktu yang lama baginya, sebab ia telah menghidupi kastil itu seumur hidupnya.

Entri #0
Aku berhasil kabur dari pengawasan istriku. Dan kini aku sudah berada di dunia fantasi itu, aku bebas menjelajah hutan aneh ini. Aneh? Ya. Aku tak melihat adanya tanda-tanda kehidupan—tidak termasuk pohon-pohon yang beragam, tentunya—di sekitarku. Suasananya hampa. Beruntung aku menemukan kastil ini. Tempat berteduh yang bagus untukku kelak. Namun sayang, aku tak mendapati jejak apapun tentang adanya Green. Sepertinya makhluk mitos itu sukar untuk ditemukan. Namun aku harus berhati-hati. Konon ia dapat menjebak manusia manapun untuk dijadikan santapannya. Juga ia sangat lemah, dan tak akan pernah mendekati mangsanya sebelum benar-benar tewas olehnya.

Jika aku mendapatkan jejaknya, atau buktinya, sedikit saja, maka pandangan masyarakat dunia akan mitos ini akan segera berubah. Dan aku akan menjadi peneliti pertama yang menemukannya. Tentu sejarah akan mencatat namaku.

Namun kapan? Ketika aku sudah tua? Ketika aku sudah sangat tua dan keluar dari dunia ini, tentulah Gloria tak mengenaliku. Tentu saja. Waktu berjalan secara paralel antara dunia ini dan dunia asalku. Dan jika menjadi tua yang harus kudapatkan, itulah resikonya.

Gloria, jika kau membaca ini, tentu kau akan maklum jika aku menulis entri terbalik seperti ini. Berpikir ke belakang adalah kunci untuk selamat dalam dunia ini. Bagaimana pun kau mencari alasan akan tindakanmu selanjutnya, kau hanya mencari pengalamanmu di masa lalu. Itu ganjil. Terutama jika kau tahu ada berapa entri yang akan kau tulis dalam jurnalmu. Punyaku enam entri, entah mengapa aku tahu hal tersebut. Ganjil, bukan?

Omong-omong, aku belum menemukan pemilik kastil ini. Apakah ia menghilang bersamaan dengan tanda-tanda kehidupan lain? Kurasa tidak. Aku harus mempercayai nalarku, bahwa ada seseorang yang menghidupi dan hidup dari kastil ini. Seseorang yang memiliki banyak waktu luang, sebab aku banyak mendapati goresan-goresan seni di dinding. Juga ia memiliki sikap yang ramah kepada tamunya, bahkan ketika ia tak di rumah. Anggur yang ia sediakan benar-benar nikmat.

No comments:

Post a Comment